24 April 2014

Opini AEC #9

BY Unknown No comments

Akhirnya, inilah akhir dari opini awak AGRITA mengenai AEC :) udah pada baca buletin kami juga kan?tunggu kami dengan opini-opini dan buletin kami ya :) #opiniawakAGRITA dari mbak Arum ^^

Mahasiswa FTP Tanggap AEC
Akan bebas nantinya aliran barang, jasa, modal, sumber daya manusia, dan teknologi seiring dengan memudarnya batas-batas wilayah kenegaraan di kancah ASEAN. Sementara itu, persiapan negeri ini menghadapi AEC hanya tinggal kurang dari setahun lagi.
AEC dibangun di atas tiga pilar utama yang saling terintegrasi, yakni ASEAN Security Community, ASEAN Economic Community dan ASEAN Socio-Culture Community. Yang terbaru, pada KTT ASEAN (ASEAN Summit) ke-22 di Brunei Darussalam April 2013 lalu, berbagai aspek berkenaan dengan ketiga pilar tersebut dibahas, begitu pula aspek-aspek penting lainnya.
Tantangan dan Peluang
Masih teringat, dalam suatu agenda informal yang pernah diselenggarakan oleh Menteri Perindustrian M.S. Hidayat pada 2 Mei 2012 lalu mengenai AEC 2015, salah seorang undangan yaitu Dirut PT Telkom Tbk., Rinaldi Firmansyah mengatakan bahwa  untuk memperkuat pasar domestik, arah pembangunan nasional perlu direposisi agar lebih fokus ke industri pertanian dan manufaktur. Sektor pertanian dan manufaktur bersifat fundamental. Jika daya saing kedua sektor ini rendah, pasar domestik akan terus dibanjiri produk impor. Menurutnya, saat ini ada mata rantai yang hilang (missing link) dalam pembangunan ekonomi nasional.
Meski secara terpisah, hal itu senada dengan pernyataan Guru Besar Fakultas Teknologi Pertanian (FTP) Universitas Gadjah Mada (UGM), M. Maksum Machfoedz, dalam suatu wawancara eksklusif 22 Juli 2013 yang lalu. Beliau berpendapat bahwa sektor agro merupakan basis rivalitas negara-negara ASEAN. Kenyataan tersebut tentu saja membawa tantangan serius bagi mahasiswa yang menekuni bidang agro, termasuk mahasiswa FTP. Melalui fungsi agent of change, seharusnya mahasiswa dapat bertindak secara initiative untuk mengaplikasikan program-program bina masyarakat dan program-program lain yang paling tidak dapat mengedukasi masyarakat tentang penting dan gentingnya persiapan menuju Masyarakat Ekonomi ASEAN.

Tidak dapat dipungkiri bahwa pencapaian pemerintah dalam mewujudkan swasembada pangan tahun 2013 belum sepenuhnya memberi kepuasan bagi segenap khalayak. Beberapa komoditas yang dicanangkan akan mengalami swasembada pangan pada 2013 belum mencapai hasil yang maksimal. Hal itu akan berpengaruh pada kesiapan Indonesia menghadapi AEC 2015 nanti. Daya saing produk-produk lokal masih terkendala masalah distribusi, infrastruktur, alih fungsi lahan, kebijakan pemerintah yang kurang berpihak pada petani, dan sederetan masalah lain yang perlu dibenahi. Meski demikian, tidak perlu melulu AEC dipandang sebagai ancaman, tetapi harus dianggap sebagai tantangan yang harus dihadapi. Mahasiswa dapat berkontribusi sesuai perannya dalam pembangunan ekonomi, tidak perlu menunggu pemerintah turun tangan sebab seyogyanya, di mana ada kemauan, di situ pasti ada jalan.

17 April 2014

Opini AEC #8

BY Unknown No comments

#OpiniawakAGRITA dari mas Sona Ardyan tok. Yuk mari disimak :)


Konferensi Tingkat Tinggi se-Asia Tenggara yang diselenggarakan di Bali sudah berlaku dua tahun silam, tepatnya pada tanggal 17 November 2011. Dari konferensi itu, dihasilkan persetujuan untuk meresmikan ASEAN Economic Community atau AEC, komunitas yang berfokus di ranah ekonomika dan bisnis se-Asia Tenggara.
Tujuan dari diresmikannya AEC antara lain:
1. Menuju single-market dan production base (arus perdagangan bebas untuk sektor barang, jasa, investasi, pekerja terampil, dan modal),
2. Menuju penciptaan kawasan regional ekonomi yang berdaya saing tinggi,
3. Menuju suatu kawasan dengan pembangunan ekonomi yang merata (region of equitable economic development) melalui pengembangan UKM dan program-program lainnya,
4. Menuju integrasi penuh pada ekonomi global.
AEC akan membuka lebar-lebar pintu bisnis bagi semua yang memiliki keberanian melangkah ke negeri tetangga, termasuk Indonesia. Melebarkan sayap bisnis, khususnya yang berkaitan dengan bisnis se-Asia Tenggara, tentu sangat berpotensi bagi yang dapat mengendalikannya, namun juga amat riskan bagi yang lalai dan tak dapat mengatur bisnisnya.
Ada hal yang cukup menjadi sorotan penulis jika AEC telah resmi, dampak negatif yang terjadi yaitu menipisnya lowongan kerja, gangguan perbankan asing, dan runtuhnya dinasti UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah). Yang pertama, lowongan kerja semakin tipis karena akan ada 601.000.000 jiwa se-Asia Tenggara yang akan berebut mencari pekerjaan dan tentu saja dengan adanya AEC ini akan semakin banyak orang yang menyeberang ke negeri tetangga untuk mencari nafkah. Sebelum hal tersebut terealisasi saja, Indonesia memiliki banyak tenaga kerja yang belum mendapat pekerjaan, bagaimana jika AEC diresmikan?TKI saja kesulitan untuk mencari kerja di tanah sendiri hingga mereka
rela mengarungi samudera untuk menghidupi keluarga, bagaimana saat AEC
berjalan ?
Yang kedua, banyak bank di Indonesia yang dimiliki oleh orang asing. Meskipun ada sebagian bank lokal, namun jumlahnya tak dapat bersaing dengan kepemilikan orang asing atau yang semi-asing. Mengingat banyak bank di luar Indonesia yang cukup menarik minat rakyat kita, bagaimana jadinya jika akses ke bank asing lebih dipermudah dengan adanya AEC?
Yang ketiga, tentu dampak kurang baik akan dirasakan oleh pemilik usaha mikro, kecil, dan menengah, atau biasa disebut dengan UMKM. Dampak negatifnya memang tidak langsung dirasakan, namun akan terasa apabila pengusaha-pengusaha luar Indonesia melakukan ekspansi bisnis di ranah yang sudah diduduki pemilik UMKM, sedikit demi sedikit pemilik UMKM lokal akan tergeser dan bisa saja kehilangan wilayah kerjanya. (ard)








10 April 2014

Opini AEC #7

BY Unknown No comments

Masih nggalau sebagai mahasiswa teknologi pertanian yang pada akhirnya akan menyandang gelar S.TP? *aamiin. yuk mari kita simak opini dari mbak Miranti :) #opiniawakAGRITA
Locally Modern Food
            Sudah pada tahu tentang AEC alias ASEAN Economic Community? Kita sebagai mahasiswa Fakultas Teknologi Pertanian wajib banget nih untuk tahu AEC J Penjelasan mudahnya, AEC adalah berlakunya kebijakan di Asia Tenggara untuk menggratiskan bea cukai antar negara. Istilahnya, memudahkan jalan ekspor bagi suatu negara. Hal ini tentu menguntungkan bagi negara-negara yang sudah siap bersaing di kancah perdagangan internasional. Negara kita? Gimana nih? Apakah kita termasuk?
            Mungkin belum banyak yang aware dengan AEC yang akan diberlakukan tahun 2015 nanti. Padahal hal ini sangat potensial untuk Indonesia, JIKA kita SIAP J Mengapa bisa dibilang potensial? Ya, Indonesia adalah negara dengan kekayaan alam melimpah. Sadarkah teman-teman, sebenarnya kita punya banyak sumber bahan pangan yang masih teranaktirikan karena kita masih terfokus dengan beberapa sumber bahan pangan saja. Tak dipungkiri, selera anak sekarang juga sudah berbeda dengan orangtua sehingga sudah banyak anak sekarang yang kurang mengenal makanan tradisional karena adanya franchise-franchise makanan baru yang lebih terdengar gaungnya.
Jarang sekali terdengar “Camilan di kotak konsumsi acara kita ada sawut, lepet, dan getuk, nih.” Camilan tradisional tersebut sudah digantikan dengan era camilan olahan tepung terigu. Padahal untuk terigu saja kita masih impor lho. Njuk, kita kudu piye sebagai calon-calon STP?
Pertama, kita kudu PEDULI J  Yep, sadari kalau potensi Indonesia sangat besar untuk bertahan –bahkan- menang dalam “persaingan” di Asean Economic Community. Kemudian? AKSI dong J sebagai calon-calon STP, ada ide nih! Kreasikan saja sumber bahan pangan tersebut pada resep hidangan modern. Contohnya substitusi tepung terigu dengan tepung mocaf. Mengingat kita masih impor terigu, sementara kita punya singkong melimpah. Bisa juga dengan tepung sagu atau bahan pangan lain. Hal ini dapat diwujudkan dengan program P3L (Pengangkatan Produk Pangan Lokal) di tiap-tiap daerah. Mengingat setiap wilayah Indonesia memiliki makanan pokok yang berbeda-beda. Program ini dapat membantu mempopulerkan  potensi bahan pangan yang terdapat di tiap daerah sehingga kita dapat terhindar dari yang namanya kudet (baca: kurang update) tentang sumber bahan pangan potensial.
Bisa juga dengan meninjau nilai gizi bahan pangan tersebut untuk menanggulangi masalah gizi yang disebabkan oleh makanan yang sudah umum. Indonesia adalah negara yang menempati posisi ke-4 di dunia untuk jumlah penderita penyakit kronis tidak menular, seperti diabetes dan jantung koroner. Nah, penyebab penyakit-penyakit tersebut salah satunya adalah tingginya konsumsi nasi sebagai sumber karbohidrat. Dikarenakan karbohidrat dalam tubuh akan dipecah menjadi gula. Gula yang berlebihanlah yang menyebabkan penyakit diabetes. Oleh sebab itu, bisa nih dikembangkan alternatif pengganti nasi dari sumber bahan pangan lain. Bagi yang belum tahu, sekarang sudah terkenal lho beras analog. Yaitu beras yang komposisinya tidak berasal dari padi. Komposisi beras ini bisa dari beragam sumber pangan lain seperti singkong, sagu, dan sorgum. Menurut saya, beras analog ini merupakan potensi besar untuk kita sebagai calon teknolog pangan untuk menanggulangi ketergantungan kita terhadap beras biasa. Beras analog memang masih jarang ditemukan di pasaran. Jika pun ada, harganya masih lebih mahal dari beras biasa karena belum ada produksi massal.
Nah, kita sebagai calon teknolog pertanian, nantinya dapat mewujudkan impian produksi massal beras analog maupun produk-produk lain berbasis sumber bahan pangan asli Indonesia sebagai wujud diversifikasi pangan. Apalagi 3 jurusan kita saling berkesinambungan = Teknik Pertanian + Teknologi Pangan dan Hasil Pertanian + Teknologi Industri Pertanian. KLOP deh untuk mempopulerkan produk pangan berbasis sumber bahan pangan lokal ke dunia industri dan perdagangan internasional J




03 April 2014

Opini AEC #6

BY Unknown No comments

Bagaimana kita sebagai mahasiswa teknologi pertanian menyikapi AEC? :( galau? yuk mari simak opini dari mbak Fathyah :D
Mahasiswa Teknologi Pertanian
Pilar Indonesia Menuju ASEAN Economic Community (AEC) 2015

ASEAN Economic Community (AEC) 2015, terdengar tak asing, namun masih banyak yang belum mengerti. Secara singkat, berdasarkan ASEAN Economic Community Blueprint, AEC merupakan suatu intergrasi ekonomi yang didasarkan pada kepentingan bersama negara anggota ASEAN. AEC akan membentuk ASEAN sebagai suatu pasar tunggal dan basis produksi, menjadikan ASEAN lebih dinamis dan kompetitif, mempercepat integrasi kawasan dalam sektor-sektor prioritas, mempermudahpergerakan para pelaku usaha tenaga kerja terampil dan berbakat, serta memperkuatmekanisme institusi ASEAN.
Pertanian adalah salah satu sektor prioritas yang menjadi fokus AEC. Berkaitan dengan sektor tersebut, hal yang perlu diperhatikan dari AEC ini adalah dibentuknya pasar tunggal dan basis produksi dengan lima elemen utamanya yaitu aliran bebas barang, aliran bebas jasa, aliran bebas investasi, aliran modal yang lebih bebas, dan aliran bebas tenaga kerja terampil.
Kebijakan penghapusan dan penurunan tarif sebagai penunjang aliran bebas barang akan berdampak pada meningkatnya produk impor. Hal ini sangat penting menjadi perhatian para teknolog pertanian. Di saat swasembada pangan masih sulit untuk dicapai, adanya kebijakan tersebut akan semakin mengancam langkah Indonesia menuju kemandirian pangan. Tidak ada pilihan bagi Indonesia, siap tidak siap, Indonesia harus siap menghadapi ini, khususnya bagi sektor pertanian.
Mempersiapkan sektor pertanian Indonesia menuju AEC 2015 bukanlah langkah sederhana yang dapat dikerjakan oleh satu pihak saja, dalam hal ini pemerintah, melainkan perlu keterlibatan dari pihak lain seperti swasta dan juga perguruan tinggi yang termasuk di dalamnya adalah mahasiswa. Mahasiswa maupun organisasi mahasiswa saat ini sangat dituntut kepedulian, kompetensi dan kontribusinya dalam mempersiapkan AEC dalam jangka waktu dekat.
Kontribusi mahasiswa, khususnya teknologi pertanian, dapat disumbangkan melalui program pemberdayaan masyarakat seperti petani lokal maupun pelaku usaha kecil menengah (UKM) di bidang pangan. Pengetahuan masyarakat akan adanya AEC dan dampaknya terhadap pertanian Indonesia perlu ditingkatkan. Pasar tunggal dan basis produksi yang dibentuk AEC secara tidak langsung menuntut kita untuk meningkatkan daya saing produk. Untuk dapat menghadapi persaingan pasar bebas, daya saing produk yang tinggi mutlak diperlukan. Tidak hanya itu, ketersediaan bahan baku juga merupakan hal yang perlu dijamin. Dengan kata lain, produktivitas komoditas pertanian adalah titik kritis yang perlu ditangani agar berada pada level yang aman atau dapat mencukupi kebutuhan.Upaya meningkatkan produktivitas bahan baku dan daya saing produk inilah yang akan sulit terlaksana bila petani lokal dan pelaku UKM di bidang pangan tidak memperoleh pembinaan. Disinilah peran mahasiswa teknologi pertanian dalam usaha mempersiapkan pertanian Indonesia menuju AEC 2015, yaitu melalui pemberdayaan petani lokal maupun pelaku UKM di bidang pangan guna meningkatkan produktivitas komoditas pertanian dan daya saing produk pertanian Indonesia. Melakukan pembinaan guna melahirkan sumber daya manusia yang handal di bidang pertanian adalah salah satu upaya lain untuk menghadapi aliran bebas tenaga kerja terampil yang menjadi bagian dari lima elemen pasar tunggal dan basis produksi AEC.