Mengapa kita harus resah atau antusias dengan hadirnya AEC 2015? Yang masih bingung, yuk mari dibaca opini dari sekretaris jenderal Agrita, mbak Aristi..
Menyiapkan Indonesia Menyambut AEC 2015
Pada
tahun 2012 sebuah studi yang dilakukan oleh McKinsey menyatakan bahwa Indonesia
dapat tergabung dalam tujuh negara dengan tingkat ekonomi terbesar pada tahun
2030. Namun untuk mencapai hal tersebut, ada beberapa tantangan utama yang
harus diselesaikan terlebih dahulu. Di sisi lain, ASEAN Economic Community (AEC) 2015 sudah di depan mata. Lantas
bagaimana kesiapan Indonesia menghadapinya, akankah Indonesia hanya menjadi
penonton di negeri sendiri ataukah justru AEC menjadi batu loncatan bagi
pertumbuhan ekonomi Indonesia untuk mencapai tujuh negara dengan tingkat
ekonomi terbesar di 2030?
Tujuan
dari AEC 2015 adalah integrasi ekonomi regional. Integrasi ekonomi regional
dicapai dengan membebaskan aliran barang, jasa, investasi, dan tenaga kerja
terlatih serta modal yang lebih bebas. Selain integrasi pasar, integrasi
ekonomi regional di ASEAN juga didukung oleh integrasi produksi. Produksi
didukung oleh adanya pelaku produksi dan investor. Sementara iklim investasi di
Indonesia masih dianggap kurang kompetitif bagi investor. Beberapa hal yang
menjadi penghambat perkembangan investasi di Indonesia adalah infrastuktur yang
terbatas, tingginya korupsi, ketidakpastian hukum dan isu desentralisasi.
Sebagai negara ekonomi terbesar di ASEAN, aliran Foreign Direct Investment (FDI) di Indonesia jauh di bawah
Singapura. Pada tahun 2010, inflow FDI
di Indonesia sebesar US$ 13.304 sedangkan inflow FDI Singapura sebesar US$35.520.
Perbaikan infrastruktur dan jaminan kepastian hukum merupakan hal yang penting
dalam perbaikan iklim bisnis di Indonesia dalam menyambut AEC 2015.
Hal
lain yang perlu dipertimbangkan adalah adanya jaminan perdagangan yang
dilakukan tetap dalam konteks fair play
dimana tidak ada praktik unfair
trading seperti dumping. Jika
berbicara mengenai perdagangan bebas, maka perlu diingat bahwa Indonesia perlu
menjadi pelaku bukan hanya pasar bagi produk impor. Indonesia sebagai negara
agraris patut khawatir dengan kesiapan produk pertanian Indonesia untuk
bersaing di kancah AEC 2015 kelak. Produk-produk pertanian Indonesia menghadapi
ancaman dengan adanya produk pesaing dari Thailand dan Vietnam. Thailand sudah
mengklaim negaranya sebagai the kitchen
of the world dimana setiap produk pertanian diproduksi dengan kualitas baik
dan pendistribusian yang baik pula. Pemerintah perlu melakukan langkah
strategis untuk menyelamatkan petani dari “tsunami produk impor” di tahun 2015,
salah satu yang dapat dilakukan adalah penguatan jaringan kelembagaan petani
(kelompok tani). Kelompok tani sebaiknya dibina untuk dapat bergotong-royong
misalnya dalam pengadaan pupuk dan sarana produksi, sehingga tidak perlu dibeli
secara individu. Pada akhirnya harga pupuk dan sarana produksi dapat lebih
murah. Selain itu kelompok tani dapat pula bekerja sama dalam pendistribusian
produknya, sehingga biaya transportasi dapat
ditekan. Untuk mendukung petani perlu juga
dibentuk jaringan pasar komoditi nasional yang kuat sehingga disparitas harga
dapat diminimalisir.
Terakhir,
satu hal yang tidak boleh dilupakan adalah pentingnya tenaga kerja yang
terlatih. Bagaimana kesiapan kita sebagai mahasiswa bersaing dengan tenaga
kerja dari negara tetangga? Sudahkah kita menguasai bahasa Thailand, Vietnam,
Filipina, sementara mahasiswa di negara tersebut sudah dibekali dengan
pelatihan bahasa Indonesia? Mari siapkan diri menyambut AEC yang sudah di depan
mata.
0 komentar:
Post a Comment