04 March 2014

Opini AEC #2

BY Unknown No comments

Mengapa kita harus resah atau antusias dengan hadirnya AEC 2015? Yang masih bingung, yuk mari dibaca opini dari sekretaris jenderal Agrita, mbak Aristi..

Menyiapkan Indonesia Menyambut AEC 2015

Pada tahun 2012 sebuah studi yang dilakukan oleh McKinsey menyatakan bahwa Indonesia dapat tergabung dalam tujuh negara dengan tingkat ekonomi terbesar pada tahun 2030. Namun untuk mencapai hal tersebut, ada beberapa tantangan utama yang harus diselesaikan terlebih dahulu. Di sisi lain, ASEAN Economic Community (AEC) 2015 sudah di depan mata. Lantas bagaimana kesiapan Indonesia menghadapinya, akankah Indonesia hanya menjadi penonton di negeri sendiri ataukah justru AEC menjadi batu loncatan bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia untuk mencapai tujuh negara dengan tingkat ekonomi terbesar di 2030?
Tujuan dari AEC 2015 adalah integrasi ekonomi regional. Integrasi ekonomi regional dicapai dengan membebaskan aliran barang, jasa, investasi, dan tenaga kerja terlatih serta modal yang lebih bebas. Selain integrasi pasar, integrasi ekonomi regional di ASEAN juga didukung oleh integrasi produksi. Produksi didukung oleh adanya pelaku produksi dan investor. Sementara iklim investasi di Indonesia masih dianggap kurang kompetitif bagi investor. Beberapa hal yang menjadi penghambat perkembangan investasi di Indonesia adalah infrastuktur yang terbatas, tingginya korupsi, ketidakpastian hukum dan isu desentralisasi. Sebagai negara ekonomi terbesar di ASEAN, aliran Foreign Direct Investment (FDI) di Indonesia jauh di bawah Singapura. Pada tahun 2010, inflow FDI di Indonesia sebesar US$ 13.304 sedangkan inflow FDI Singapura sebesar US$35.520. Perbaikan infrastruktur dan jaminan kepastian hukum merupakan hal yang penting dalam perbaikan iklim bisnis di Indonesia dalam menyambut AEC 2015.
Hal lain yang perlu dipertimbangkan adalah adanya jaminan perdagangan yang dilakukan tetap dalam konteks fair play dimana tidak ada praktik unfair trading seperti dumping. Jika berbicara mengenai perdagangan bebas, maka perlu diingat bahwa Indonesia perlu menjadi pelaku bukan hanya pasar bagi produk impor. Indonesia sebagai negara agraris patut khawatir dengan kesiapan produk pertanian Indonesia untuk bersaing di kancah AEC 2015 kelak. Produk-produk pertanian Indonesia menghadapi ancaman dengan adanya produk pesaing dari Thailand dan Vietnam. Thailand sudah mengklaim negaranya sebagai the kitchen of the world dimana setiap produk pertanian diproduksi dengan kualitas baik dan pendistribusian yang baik pula. Pemerintah perlu melakukan langkah strategis untuk menyelamatkan petani dari “tsunami produk impor” di tahun 2015, salah satu yang dapat dilakukan adalah penguatan jaringan kelembagaan petani (kelompok tani). Kelompok tani sebaiknya dibina untuk dapat bergotong-royong misalnya dalam pengadaan pupuk dan sarana produksi, sehingga tidak perlu dibeli secara individu. Pada akhirnya harga pupuk dan sarana produksi dapat lebih murah. Selain itu kelompok tani dapat pula bekerja sama dalam pendistribusian produknya, sehingga biaya transportasi dapat ditekan. Untuk mendukung petani perlu juga dibentuk jaringan pasar komoditi nasional yang kuat sehingga disparitas harga dapat diminimalisir.

Terakhir, satu hal yang tidak boleh dilupakan adalah pentingnya tenaga kerja yang terlatih. Bagaimana kesiapan kita sebagai mahasiswa bersaing dengan tenaga kerja dari negara tetangga? Sudahkah kita menguasai bahasa Thailand, Vietnam, Filipina, sementara mahasiswa di negara tersebut sudah dibekali dengan pelatihan bahasa Indonesia? Mari siapkan diri menyambut AEC yang sudah di depan mata.

0 komentar:

Post a Comment