Masih nggalau sebagai mahasiswa teknologi pertanian yang pada akhirnya akan menyandang gelar S.TP? *aamiin. yuk mari kita simak opini dari mbak Miranti :) #opiniawakAGRITA
Locally
Modern Food
Sudah
pada tahu tentang AEC alias ASEAN Economic Community? Kita sebagai
mahasiswa Fakultas Teknologi Pertanian wajib banget nih untuk tahu AEC J Penjelasan mudahnya, AEC adalah berlakunya kebijakan di Asia Tenggara untuk menggratiskan
bea cukai antar negara. Istilahnya, memudahkan jalan ekspor bagi suatu negara.
Hal ini tentu menguntungkan bagi negara-negara yang sudah siap bersaing di
kancah perdagangan internasional. Negara kita? Gimana nih? Apakah kita
termasuk?
Mungkin
belum banyak yang aware dengan AEC yang akan diberlakukan tahun 2015
nanti. Padahal hal ini sangat potensial untuk Indonesia, JIKA kita SIAP J Mengapa bisa dibilang potensial? Ya,
Indonesia adalah negara dengan kekayaan alam melimpah. Sadarkah teman-teman,
sebenarnya kita punya banyak sumber bahan pangan yang masih teranaktirikan
karena kita masih terfokus dengan beberapa sumber bahan pangan saja. Tak
dipungkiri, selera anak sekarang juga sudah berbeda dengan orangtua sehingga
sudah banyak anak sekarang yang kurang mengenal makanan tradisional karena
adanya franchise-franchise makanan
baru yang lebih terdengar gaungnya.
Jarang sekali
terdengar “Camilan di kotak konsumsi acara kita ada sawut, lepet, dan getuk,
nih.” Camilan tradisional tersebut sudah digantikan dengan era camilan olahan
tepung terigu. Padahal untuk terigu saja kita masih impor lho. Njuk, kita kudu piye sebagai calon-calon
STP?
Pertama, kita kudu PEDULI J Yep, sadari kalau potensi Indonesia sangat
besar untuk bertahan –bahkan- menang dalam “persaingan” di Asean Economic
Community. Kemudian? AKSI dong J sebagai calon-calon STP, ada ide
nih! Kreasikan saja sumber bahan pangan tersebut pada resep hidangan modern.
Contohnya substitusi tepung terigu dengan tepung mocaf. Mengingat kita masih
impor terigu, sementara kita punya singkong melimpah. Bisa juga dengan tepung
sagu atau bahan pangan lain. Hal ini dapat diwujudkan dengan program P3L
(Pengangkatan Produk Pangan Lokal) di tiap-tiap daerah. Mengingat setiap wilayah
Indonesia memiliki makanan pokok yang berbeda-beda. Program ini dapat membantu
mempopulerkan potensi bahan pangan yang
terdapat di tiap daerah sehingga kita dapat terhindar dari yang namanya kudet (baca: kurang update) tentang sumber bahan pangan potensial.
Bisa juga dengan
meninjau nilai gizi bahan pangan tersebut untuk menanggulangi masalah gizi yang
disebabkan oleh makanan yang sudah umum. Indonesia adalah negara yang menempati
posisi ke-4 di dunia untuk jumlah penderita penyakit kronis tidak menular,
seperti diabetes dan jantung koroner. Nah, penyebab penyakit-penyakit tersebut
salah satunya adalah tingginya konsumsi nasi sebagai sumber karbohidrat. Dikarenakan karbohidrat dalam
tubuh akan dipecah menjadi gula. Gula
yang berlebihanlah yang menyebabkan penyakit diabetes. Oleh sebab itu, bisa nih dikembangkan alternatif pengganti
nasi dari sumber bahan pangan lain. Bagi yang belum tahu, sekarang sudah
terkenal lho beras analog. Yaitu
beras yang komposisinya tidak berasal dari padi. Komposisi beras ini bisa dari
beragam sumber pangan lain seperti singkong, sagu, dan sorgum. Menurut saya,
beras analog ini merupakan potensi besar untuk kita sebagai calon teknolog
pangan untuk menanggulangi ketergantungan kita terhadap beras biasa. Beras
analog memang masih jarang ditemukan di pasaran. Jika pun ada, harganya masih lebih
mahal dari beras biasa karena belum ada produksi massal.
Nah, kita sebagai calon
teknolog pertanian, nantinya dapat mewujudkan
impian produksi massal beras analog maupun produk-produk lain berbasis sumber
bahan pangan asli Indonesia sebagai wujud diversifikasi pangan. Apalagi 3
jurusan kita saling berkesinambungan = Teknik Pertanian + Teknologi Pangan dan
Hasil Pertanian + Teknologi Industri Pertanian. KLOP deh untuk mempopulerkan produk pangan berbasis sumber bahan
pangan lokal ke dunia industri dan perdagangan internasional J
0 komentar:
Post a Comment