#OpiniawakAGRITA dari mas Sona Ardyan tok. Yuk mari disimak :)
Konferensi Tingkat Tinggi se-Asia Tenggara yang
diselenggarakan di Bali
sudah berlaku dua tahun silam, tepatnya pada tanggal 17 November 2011. Dari konferensi itu, dihasilkan persetujuan
untuk meresmikan ASEAN Economic Community
atau AEC, komunitas yang berfokus di
ranah ekonomika dan bisnis se-Asia
Tenggara.
Tujuan dari diresmikannya AEC antara lain:
1. Menuju single-market dan production base (arus perdagangan bebas untuk sektor barang, jasa, investasi, pekerja terampil, dan modal),
2. Menuju penciptaan kawasan regional ekonomi yang berdaya saing tinggi,
3. Menuju suatu kawasan dengan pembangunan ekonomi yang merata (region of equitable economic development) melalui pengembangan UKM dan program-program lainnya,
4. Menuju integrasi penuh pada ekonomi global.
1. Menuju single-market dan production base (arus perdagangan bebas untuk sektor barang, jasa, investasi, pekerja terampil, dan modal),
2. Menuju penciptaan kawasan regional ekonomi yang berdaya saing tinggi,
3. Menuju suatu kawasan dengan pembangunan ekonomi yang merata (region of equitable economic development) melalui pengembangan UKM dan program-program lainnya,
4. Menuju integrasi penuh pada ekonomi global.
AEC akan membuka lebar-lebar
pintu bisnis bagi semua yang memiliki keberanian melangkah ke negeri tetangga, termasuk
Indonesia. Melebarkan sayap bisnis,
khususnya yang berkaitan dengan bisnis se-Asia
Tenggara, tentu sangat berpotensi bagi yang dapat mengendalikannya, namun juga amat riskan bagi yang
lalai dan tak dapat mengatur bisnisnya.
Ada hal yang cukup menjadi sorotan penulis jika
AEC telah resmi, dampak negatif yang
terjadi yaitu menipisnya lowongan kerja, gangguan perbankan asing, dan runtuhnya dinasti UMKM (Usaha
Mikro Kecil Menengah). Yang pertama,
lowongan kerja semakin tipis karena akan ada 601.000.000 jiwa se-Asia Tenggara yang akan berebut mencari pekerjaan
dan tentu saja dengan adanya AEC ini akan semakin banyak orang yang
menyeberang ke negeri tetangga untuk mencari
nafkah. Sebelum hal tersebut terealisasi
saja, Indonesia memiliki banyak tenaga kerja
yang belum mendapat pekerjaan, bagaimana jika AEC diresmikan?TKI saja kesulitan untuk mencari kerja di tanah
sendiri hingga mereka
rela mengarungi samudera untuk menghidupi keluarga, bagaimana saat AEC
berjalan ?
rela mengarungi samudera untuk menghidupi keluarga, bagaimana saat AEC
berjalan ?
Yang kedua, banyak bank di Indonesia yang
dimiliki oleh orang asing.
Meskipun ada sebagian bank lokal, namun jumlahnya tak dapat bersaing dengan kepemilikan orang asing atau yang
semi-asing. Mengingat banyak bank di luar
Indonesia yang cukup menarik minat rakyat kita,
bagaimana jadinya jika akses ke bank asing lebih dipermudah dengan adanya AEC?
Yang ketiga, tentu dampak kurang baik akan
dirasakan oleh pemilik usaha
mikro, kecil, dan menengah, atau biasa disebut dengan UMKM. Dampak negatifnya memang tidak langsung dirasakan,
namun akan terasa apabila
pengusaha-pengusaha luar Indonesia melakukan ekspansi bisnis di ranah yang sudah diduduki pemilik UMKM, sedikit demi sedikit pemilik UMKM lokal akan tergeser
dan bisa saja kehilangan wilayah
kerjanya. (ard)
0 komentar:
Post a Comment